facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Download

az-zuhruf

some stories and thoughts


Tangannya bergerak meraih selimut namun tiba-tiba saja ia terjaga. Matanya menulusuri ruangan kamar kos yang gelap lalu tangan kanannya bergerak ke samping mencari posisi ponselnya. Ia mengusap layar dan mendapati penanda waktu di bagian ujung menunjukkan tepat pukul 00.00 WIB. Perempuan itu sadar bahwa tepat pada saat itu umurnya sudah tak lagi sama seperti satu menit sebelumnya. Ia sudah beranjak dewasa. Ketika ia hendak memutuskan untuk tidur lagi, ponsel di tangannya bergetar. Sebuah pesan dari sahabat sekolahnya muncul, mengucapkan selamat dan beberapa baris doa untuknya. Ia tersenyum, namun jauh dalam hatinya ia sedang menunggu ucapan dan doa dari orang lain.

Menjelang tengah hari, puluhan ucapan dan doa mengalir membanjiri timeline facebooknya. Di sela-sela kesibukannya membalas pesan, laptop di mejanya itu menimbulkan bunyi-bunyi nyaring menandakan pesan masuk. Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar tak henti. Semuanya berisi ucapan selamat dan doa. Betapa bahagianya ia mendapat puluhan doa hari itu. Namun sekali lagi, ia masih saja menunggu.

Pukul tiga sore, ketika ia bersiap-siap menuju perpustakaan, ponselnya bergetar lagi. Bukan, itu bukan pesan dari orang yang ditunggunya. Namun pesan itu membuatnya cukup terkejut tatkala ia membaca nama si pengirim, adik tingkatnya. Hatinya bertanya-tanya, bagaimana mungkin adik tingkatnya itu bisa tahu dan masih sempat-sempatnya mengirim sms di sela-sela kesibukannya mengikuti ujian akhir. Lalu ia tersadar bahwa mereka yang lebih memilih sms atau mengirim lewat chat mungkin ingin pesannya langsung dibaca olehnya. Sayangnya, orang yang ditunggu-tunggu hingga saat itu lebih memilih tidak dua-duanya.

Pada akhirnya, setelah lelah menunggu, ia pun pasrah. Bukan pasrah yang tulus namun lebih mengarah kepada kecewa. Orang yang ditunggu-tunggu itu, orang yang sudah dianggapnya sebagai sahabat terbaik meski pun baru berkenalan selama satu setengah tahun, orang yang hampir saja mencuri separuh hatinya, tetap saja tak muncul memberi pesan. Sudah puluhan kali ia mengingatkan dirinya, "Mungkin ia lupa. Mungkin ia sibuk. Mungkin." namun semuanya gagal. Ia sudah terlanjur kecewa. Ia bahkan masih menunggu sahabatnya itu sekadar mengucapkan 'happy belated birthday'. Terlambat, harapannya sudah pupus.

Perempuan itu hanya tak tahu, bahwa orang yang ditunggu-tunggu itu sebenarnya memberi ucapan lebih dari yang ia minta. Lelaki yang juga menganggap si perempuan sebagai sahabat itu sudah lebih dahulu mengucapkan doa dibandingkan orang lain. Si lelaki paham betul apa yang diinginkan sahabat perempuannya itu. Bukankah sahabat perempuannya itu berkali-kali mengutip penulis favoritnya bahwa teman baik tidak diukur dari banyaknya komunikasi, tapi dari banyaknya doa yang diam-diam dipanjatkan? Sahabat perempuannya itu hanya tak tahu.

Kediri, Juli 2014.

September 08, 2014 No comments
Disclaimer: Let me introduce you to the new hero and heroine: Agha and Afrina. I’m writing this continual and based-on-my-mood flashfiction in order to improve my writing ability. So, I would be very happy if you correct my grammar or the word use. Just comment below and tell me the correct ones. Happy reading and don’t forget to leave your opinion!


I was completely taken aback by ten pieces of paper containing opinions from my classmates. A month ago, the teacher asked us to write an opinion and each should be directed to three different friends. It could be with name to show who the writer was or just anonymous. For surprise, it was me who got the most.

Of the ten messages, only one caught my attention the most. I dabbed my eyes and blew my nose. I tried once again to read the last few letters that were smeared. I bet it was the name of the writer and guessed it was written by my friend, Afrina.

After I had not met her for two days, Afrina called me out of the blue to meet up. Of course I was glad about it. That’s why I sat in one of the benches in the park waiting for her and reread the messages I got. It had been ten minutes and Afrina had not come yet.

“Hey, dude!” I turned back to look for the source even I knew for sure it was from Afrina.

“Hey, what’s up?”             
                                                                  
Before answering my question, her attention came to the piece of paper in my hand. “What is all that about?”

I gave a look the paper to her and asked, “Do you know who wrote this cute one?”

Afrina took the paper and read the message –‘You are a very good friend of mine’- and I noticed that she stood still longer, looking for the right answer. At that time I knew I was right.


-Agha
September 03, 2014 No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me


A student who loves collecting books, writing occasionally, and enjoy taking some photographs.

Follow Us

Labels

Cerita Teladan cerpen continual flashfiction coretan tanganku encyclopedia flashfiction Justifying the Feeling movie review my handwriting nice story Out of the Blue Resensi Buku resensi novel review film sinopsis buku

recent posts

Blog Archive

  • ►  2016 (1)
    • ►  February (1)
  • ▼  2014 (7)
    • ▼  September (2)
      • (Happy) Birthday
      • I Was Right
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
    • ►  May (1)
  • ►  2013 (25)
    • ►  December (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  May (4)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2012 (16)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2011 (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2010 (3)
    • ►  April (3)
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates