Resensi Novel : Fly to The Sky

by - February 02, 2013


Pertama kali bertemu Radit, Edyta dibuatnya terpesona. Ia berkali-kali takjub setiap kali memandang Radit, dan berkali-kali juga mengeluh pada sahabat baiknya, Syiana, mengapa ia tak memperkenalkan Radit padanya semenjak dulu. Status Edyta dan Radit yang sama-sama jomblo membuka peluang bagi Edyta untuk lepas dari “perjodohan” yang direncanakan oleh kakak-kakaknya. Yah, semenjak Edyta menjomblo dan mengingat umurnya yang dainggap “sudah tua” oleh Ferro dan Ilham, kakak-kakak tersayangnya kerap kali menjadwalkan blind date dengan teman-temannya. Namun hasilnya selalu nol.

Suatu hari, setelah “dikhianati” oleh pasangan blind date rancangan kakaknya -si cowok bernama Bara yang tak jadi datang setelah Edyta menunggunya selama berjam-jam-, dengan wajah super duper bete dan perut keroncongan, Edyta pun memutuskan untuk pergi ke sebuah restoran Jawa favoritnya, Candra Kirana. Namun, sesampainya di sana ia harus menelan kenyataan pahit : semua tempat duduk penuh. Maka, ia pun harus menunggu hingga tersedia tempat duduk yang kosong. Beberapa waktu kemudian, ia melihat sebuah meja kosong. Buru-buru ia menuju ke sana dan ketika ia duduk, seorang lelaki juga sedang menarik kursi yang berada di sampingnya, di meja yang sama. Ketika sang pelayan menjelaskan duduk perkaranya, bahwa lelaki itulah yang sudah terlebih dulu memesan tempat, Edyta terpakasa berbohong karena ia sudah tak dapat menahan lapar lagi. Untunglah si cowok itu lebih memilih mengalah daripada harus berdebat dengan si cewek yang dilihatnya sedang jutek tersebut. Toh, ia masih bisa duduk satu meja dengannya.

Begitulah kisah pertemuan dua insan ini. Dimulai dari sebuah meja di restoran Jawa yang kemudian berlanjut dengan kisah Edyta yang harus kelabakan mengurusi ban mobilnya yang kempes, yang kemudian berlanjut lagi dengan bantuan si cowok tadi yang dikenalnya dengan nama Ardian. Edyta yang merasa bersalah dan berterimakasih itu pun akhirnya mulai berkenalan dengan Ardian lewat BBM. Sejak saat itulah ia merasakan sesuatu yang lain ketika berkomunikasi dengan Ardian, Ardian membuat Edyta merasa nyaman. Tidak seperti dengan Radit kemudian. Namun, hubungan lewat BBM itu terputus ketika BB Edyta jatuh ke lantai, dan membuat alat komunikasi kesayangannya itu hancur total. Sejak saat itu pulalah Edyta mengalami berbagai kisah seru dan kocak dalam pencarian Ardian. Tak punya identitas lain selain satu nama itu tak membuat Edyta putus asa, karena lewat kisah yang dialaminya itulah ia bisa menemukan fakta tentang orang-orang terdekatnya.

Di sisi lain, Ardian pun juga bingung ketika ia putus kontak dengan Edyta. Hal serupa yang dialami Ardian membuat ia kalang kabut mencari Edyta di tengah-tengah kesibukannya sebagai seorang pilot. Meski berteman dekat dengan salah satu koleganya, seorang pramugari baru di maskapainya, ia ternyata tak bisa melupakan Edyta. Sosok yang baru dikenalnya beberapa jam di sebuah restoran dan beberapa hari lewat BBM. Hal ini jugalah yang mengantar Ardian mengalami berbagai kisah seru untuk menemukan Edyta.

Tak henti-hentinya saya tersenyum-senyum sendiri ketika membaca novel ini. Apalagi di bagian awal, tentang Edyta. Gaya penulisan Mbak Nina Ardianti yang gaul namun dialognya tidak membosankan membuat saya betah baca Edyta dan tak ingin kisah Edyta hanya berakhir di situ. Dengan selingan humor, saya tak urung untuk tertawa dan terkagum-kagum pada sifat Edyta yang supel dan selalu disayangi oleh banyak orang.

Mungkin saja saya yang memang kurang belajar, ada beberapa istilah-istilah yang kurang saya pahami.  Bagi orang awam, mungkin mereka akan kesulitan mencerna maksudnya. But overall, keren kok.

So, just read this novel!!! It’s cool guys!
p.s: ...dan dari novel inilah saya mulai menyukai lagu ini:
...going back to the corner when I first saw you
Gonna camp in my sleeping back i’m not gonna move...

-The Man Who Can’t Be Moved, The Scrypts.


You May Also Like

0 comments